Alasan Energi Baru Tak Bisa Diatur Bersama Energi Terbarukan

10 May 2022

-

Admin

Alasan Energi Baru Tak Bisa Diatur Bersama Energi Terbarukan

Menyusun regulasi bersama untuk “energi baru” dan “energi terbarukan” sebagaimana dimuat dalam Rancangan Undang-undang (RUU) EBT dinilai sejumlah kalangan cukup berisiko. Kedua jenis energi tersebut memiliki perbedaan cukup signifikan sehingga ketika dimuat dalam dasar  hukum yang sama akan menimbulkan risiko lingkungan.

 

Deputi Direktur Bidang Program Indonesian Centre for Enviromental Law (ICEL) Grita Anindarini menuturkan, di berbagai negara, tidak ada yang mengatur energi baru dan energi terbarukan dalam sebuah regulasi yang sama. Negara-negara seperti Australia Selatan, Kanada, dan Afrika Selatan memisahkan kedua jenis energi ini dalam kategori yang berbeda lantaran melihat cara ekstraksinya.

 

Selain itu, terdapat sejumlah alasan kenapa kedua jenis energi ini harus diatur secara terpisah. “Karena karakteristik operasional, karakteristik risiko lingkungan dan mekanisme pertanggungjawaban, kemudian karakteristik kewajiban hukumnya berbeda,” kata Ninda dalam Bincang-Bincang METI bertajuk ‘Apakah RUU EBT Sudah Sesuai dengan Arah yang Benar?’, 19 April 2022.

 

Dalam salah satu pasal, Ninda mencontohkan, energi nuklir yang masuk dalam energi baru akan memperoleh perizinan berusaha yang meliputi prosedur, jangka waktu, dan biaya. Padahal, karakteristik energi nuklir ini jelas berbeda dengan pembangkit listrik tenaga mikro hidro, yang bisa menimbulkan risiko lingkungan.

 

Selain itu, muncul juga kerancuan terkait kewajiban dana reklamasi pasca tambang jika kemudian gasifikasi batu bara diatur dalam satu regulasi dengan energi terbarukan. Pertanyaannya, apakah ketentuan itu akan diatur juga dalam RUU EBT, sementara saat ini sudah berlaku UU Mineral dan Batu Bara.

 

Menurut Ninda, tidak perlunya ada pasal terkait energi baru dalam Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan juga untuk menghindari tumpang tindih regulasi. Sebagai contoh, adanya pasal yang mengatur soal kewajiban pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk batu bara yang sebenarnya sudah di luar substansi energi terbarukan. Ketentuan ini seharusnya masuk dalam subtansi Undang-Undang Mineral dan Batu bara.

 

Kemudian, terkait energi nuklir, sudah ada dua regulasi lain yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Ketenaganukliran dan Undang-Undang Cipta Kerja. Jika kemudian Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan yang mengandung pasal terkait nuklir disahkan, akan ada tiga regulasi yang mengatur soal energi nuklir.

 

“Kami clear bahwa sebenarnya energi baru tidak bisa diatur dalam Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan,” tutur Grita.

 

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengungkapkan, pengaturan energi baru sebenarnya sudah ada dalam beleid lain. “Jika mau ada badan khusus (nuklir) maka perlu diamandemen Undang-Undang 10/2009 tentang nuklir. CBM (coal bed methane), batu bara tergaskan, dan batu bara tercairkan sudah di Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Minerba, tidak perlu lagi di masukkan ke rancangan undang-undang energi terbarukan,” tegas Surya Darma.

Related article

Calon pembeli tengah melihat kendaraan listrik Wuling Air EV

Terhalang Keraguan Produsen Otomotif Jepang

07 February 2023

footer yayasan