International Energy Agency (IEA) menemukan bahwa Indonesia bisa mencapai porsi energi surya yang lebih tinggi dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatra pada 2025 dari target Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Jika terealisasi, secara nasional, Indonesia dapat mencapai target bauran energi terbarukan 23% pada 2025.
Dalam laporan bertajuk “Enhancing Indonesia’s Power System”, IEA menyusun skenario SolarPlus untuk melihat seberapa besar energi surya bisa masuk dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatra pada 2025 dan berbagai perbaikan yang perlu dilakukan. Hasilnya, skenario ini menunjukkan potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hingga 18 GW, jauh lebih tinggi dibanding target dalam RUPTL 3 GW pada 2025.
Menurut IEA, dengan porsi energi surya lebih tinggi dalam sistem kelistrikan, akan berdampak pada biaya operasi yang lebih rendah. Dalam skenario SolarPlus, Indonesia diprediksi bisa menghemat biaya operasi tahunan sekitar US$ 430 juta, terutama dari terpangkasnya biaya bahan bakar karena mengubah pembangkit listrik berbasis fosil dengan energi surya.
“Penghematan biaya operasional bisa digunakan untuk menerapkan langkah-langkah fleksibilitas untuk mengakomodasi porsi PLTS yang lebih besar, seperti program untuk merespon pergerakan permintaan dan kontrak layanan pendukung dengan produsen listrik dan konsumen industri,” demikian dikutip dari laporan tersebut.
IEA juga menyebutkan skenario SolarPlus membutuhkan investasi yang lebih besar daripada target dalam RUPTL. Hal ini lantaran biaya pembangunan PLTS skala besar di Indonesia memang lebih tinggi, yakni US$ 1.073 per kilowatt (kW) dari rata-rata global US$ 883 per kW. Namun, kondisi ini sebenarnya bisa diperbaiki oleh pemerintah Indonesia.
“Jika ada perencanaan pengembangan PLTS yang jelas, maka akan mendorong pertumbuhan rantai pasok lokal PLTS, yang kemudian menawarkan harga (komponen) yang lebih baik. Pemegang otoritas juga bisa berkolaborasi dengan lembaga keuangan internasional untuk meningkatkan iklim investasi energi terbarukan,” IEA menegaskan.