Ironi Transisi Energi: Ketika Energi Bersih Masih di Bawah Bayang-bayang Batu Bara

29 September 2025

-

Dhini Amalia

Ketika Energi Bersih Masih di Bawah Bayang-bayang Batu Bara

Tulisan karya Dhini Amalia ini adalah 1 dari 10 karya terbaik dalam ajang kompetisi menulis CERAH Open Column Competition 2025.

Ketika dunia berlomba-lomba mempercepat transisi energi, kendaraan listrik digadang-gadang sebagai simbol masa depan yang hijau. Indonesia pun jadi pusat perhatian karena memiliki cadangan nikel yang disebut-sebut sebagai “emas baru” untuk baterai kendaraan listrik/EV (Electric Vehicle). Namun, dibalik narasi gemerlap itu, ada kenyataan yang jarang disorot, yaitu produksi nikel kita justru ditenagai PLTU captive berbahan bakar batu bara. Alih-alih membawa udara bersih, transisi energi kita justru menebarkan asap hitam yang mencemari lingkungan. Pertanyaannya, apakah ini bentuk transisi energi, atau sekadar transisi sumber krisis iklim? 

Indonesia digadang-gadang sebagai kunci transisi energi global berkat berlimpahnya cadangan nikel untuk baterai EV. Hal tersebut didukung dengan adanya kebijakan hilirisasi, yaitu larangan ekspor bijih mentah nikel dengan mendorong smelter nikel dalam negeri. Kebijakan hilirisasi ini pun dipuji sebagai game changer yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tetapi kebijakan hilirisasi juga menyimpan sebuah masalah. 

Hilirisasi nikel masih mengandalkan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) captive batu bara, yang dikecualikan lewat Perpres No.112 Tahun 2022. Pengecualian penggunaan PLTU di industri nikel ini justru mengunci Indonesia akan ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil. Dan tentunya hal tersebut juga menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengurangi emisi karena hal tersebut berseberangan dengan komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris (COP 21), Just Energy Transition Partnership (JETP). Ironisnya, dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024-2060, pemerintah justru berencana akan meningkatkan kapasitas PLTU sebesar 26,8 GW dalam tujuh tahun. 

Selain mengunci ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil dan menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menekan peningkatan emisi, pengecualian penggunaan PLTU captive ini juga memiliki dampak negatif. PLTU captive yang dibangun untuk memasok smelter nikel, menimbulkan kerusakan ekologi dan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar smelter nikel yang masih menggunakan PLTU captive. 

Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami kerusakan ekologi yang sangat parah akibat pengoperasian PLTU captive di industri nikel adalah Pulau Sulawesi. Contohnya kawasan industri Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Riset investigasi dari WALHI pada tahun 2023 memperlihatkan bahwa PLTU captive yang dibangun untuk memasok smelter nikel telah menimbulkan polusi udara, karena sisa pembakaran batubara tersebut menghasilkan abu hitam (fly ash dan bottom ash) dan SO₂ (Sulfur Dioksida). Zat polutan tersebut bercampur dengan udara kemudian juga menyebar ke lahan-lahan pertanian masyarakat. Akibatnya kualitas air tanah menjadi tidak produktif lagi dan juga meracuni tanaman yang ada pada lahan pertanian masyarakat yang tercemar polutan sisa pembakaran batubara. Hal tersebut tak hanya mencemari kualitas udara, air, dan tanah milik masyarakat saja, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat karena rentan mengalami infeksi saluran pernafasan. 

Tak hanya masalah kerusakan lingkungan dan kesehatan saja, ternyata pengoperasian PLTU captive juga berdampak pada menghilangnya sumber mata pencaharian masyarakat. Contohnya masyarakat yang tinggal di Desa Tani Indah, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Sungai Lee, yang menjadi sumber mata pencaharian lokal nelayan sekitar, mengalami pencemaran logam berat dari limbah PLTU captive PT Gunbuster Nickel Industry (GNI). Hal itu berpengaruh terhadap menurunnya produksi perikanan budidaya di Desa Tani Indah, dan juga wilayah lain di Kabupaten Konawe yang menjadi pusat aktivitas industri nikel. 

Selain masalah lingkungan, ekonomi, dan kesehatan, penggunaan PLTU captive di industri nikel juga menimbulkan masalah sosial. Hal ini dibuktikan adanya konflik agraria yang mengesampingkan

hak-hak masyarakat adat. Laporan dari Climate Rights International menunjukkan hasil wawancara dengan 45 warga sekitar operasi pertambangan dan peleburan nikel yang mengalami berbagai ancaman serius terhadap hak-hak atas tanah serta hak untuk menjalani cara hidup tradisional akibat kegiatan pertambangan dan peleburan di kawasan IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park) dan area pertambangan nikel di sekitarnya. Berbagai masalah dari pengecualian penggunaan PLTU captive ini menjadi bukti bahwa upaya mendorong transisi energi di Indonesia masih jauh sekali dari konsep transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan. 

Pengecualian penggunaan PLTU captive ini juga dapat memperlambat laju transisi energi di Indonesia karena membuat ketergantungan industri nikel pada batubara menjadi semakin kuat. Adanya Perpres No. 112 tahun 2022 yang mengizinkan penggunaan PLTU captive ini dapat menjadi celah hukum untuk penyalahgunaan pengecualian yang dapat memperparah situasi. Hal ini tentunya menciptakan sebuah paradoks. Nikel yang digadang-gadang sebagai kunci energi bersih justru diproduksi secara kotor karena ditopang oleh batubara yang menghasilkan sebuah polusi. Yang tak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga memperburuk dampak krisis iklim, menutup akses pasar global, dan juga memperlambat laju transisi energi di Indonesia. 

Solusi dan Rekomendasi 

Transisi energi yang adil tidak bisa dicapai hanya dengan mengandalkan retorika “energi hijau” sambil tetap bergantung pada batubara. Indonesia butuh langkah berani untuk keluar dari bayang-bayang energi kotor dan memastikan hilirisasi mineral kritis tidak berubah menjadi jebakan ekstraktif baru. Solusi yang ditawarkan tidak sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut regulasi, keadilan sosial, dan tata kelola yang transparan. Beberapa langkah prioritas yang dapat diambil antara lain: 

1. Moratorium PLTU Captive Baru 

Pengecualian regulasi untuk PLTU captive harus dicabut. Semua pembangkit, termasuk yang melayani kawasan industri, harus masuk ke dalam roadmap penghentian batubara. Hal ini penting agar Indonesia tidak terus terjebak dalam lock-in energi fosil dan tetap berada di jalur pencapaian target Perjanjian Paris. 

2. Alihkan Energi Smelter ke Energi Terbarukan 

Smelter nikel harus diarahkan menggunakan energi bersih: panas matahari, hidro (air), angin, dan sistem penyimpanan energi (energy storage). Pemerintah dapat memfasilitasi peralihan ini melalui insentif green finance (pembiayaan untuk proyek yang ramah lingkungan), skema blended finance (Skema pembiayaan campuran dari dana publik seperti APBN/ hibah/bantuan internasional yang dipadukan dengan dana swasta/investor), atau kerja sama internasional. Langkah ini tidak hanya mengurangi emisi, tapi juga memberi sinyal positif bagi investor global yang semakin selektif pada proyek rendah karbon. 

3. Terapkan Standar Emisi dan ESG Substantif 

ESG (Environmental, Social, Governance) tidak boleh berhenti sebagai jargon. Pemerintah perlu mewajibkan audit independen, publikasi jejak karbon, serta transparansi cadangan nikel dan dampak lingkungan. Dengan begitu, hilirisasi Indonesia tidak hanya tampak hijau di atas kertas, tapi juga memenuhi standar pasar global seperti EU Battery Passport. 

4. Perlindungan Sosial dan Hak Asasi Manusia 

Komunitas lokal dan adat harus dilibatkan sejak awal melalui prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Jika ada pengambilalihan lahan, masyarakat harus menerima kompensasi yang adil serta program pemulihan ekonomi. Perhatian khusus juga perlu diberikan pada perempuan, yang sering menanggung beban ganda akibat krisis lingkungan dan sosial. 

5. Strategi Hilirisasi Berbasis Data 

Pemerintah perlu membuka data cadangan mineral kritis dan proyeksi realistis terkait umur tambang. Tanpa perencanaan berbasis data, hilirisasi berisiko berakhir sebagai “narasi hijau” yang rapuh, merugikan generasi mendatang, dan meninggalkan kerusakan sosial-ekologis yang semakin dalam dan parah.

Hilirisasi nikel tidak boleh jadi fatamorgana hijau yang menutupi realitas polusi. Indonesia harus memilih, menjadi pionir transisi energi yang adil dan berkelanjutan atau tetap terjebak sebagai pemasok energi kotor bagi dunia. Transisi energi seharusnya bukan hanya soal mengganti kendaraan berbahan bakar energi fosil menjadi energi listrik. Kalau masih menggunakan batubara untuk smelter nikel, kita hanya memindahkan sumber penyebab terjadinya krisis iklim, bukan menyelesaikannya. Untuk mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan, harus mengutamakan keselamatan masyarakat & ekologi, bukan sekadar kepentingan industri. 

Akan menjadi sebuah paradoks ketika masyarakat adat dan lokal yang tidak pernah menggunakan kendaraan listrik, yang katanya “ramah lingkungan” justru malah menjadi korban atas nama keberlanjutan. Demi ambisi kendaraan dengan energi bersih untuk mencapai transisi energi. Tetapi ambisi tersebut justru membawa nestapa bagi masyarakat adat dan makhluk hidup lainnya yang kini terancam hak hidup dan hak tempat tinggalnya. Bukankah hal tersebut jauh sekali dari makna "berkeadilan" dan "berkelanjutan" transisi energi itu sendiri?

Daftar Referensi 

Association of Ecological and Energy Researchers (AEER). (2024). Kondisi PLTU Captive untuk Area Konsentrasi Smelter Nikel di Sulawesi dan Alternatif Substitusi Energi. AEER.or.id. https://www.aeer.or.id/kondisi-pltu-captive-untuk-area-konsentrasi-smelter-nikel-di-sulawesi-dan-alter natif-substitusi-energi/ 

CELIOS. (2024). Press Release: Efforts to Attract Green Investment Hindered by Coal-Fired Power Plants in Industrial Zones. Celios.co.id. https://celios.co.id/press-release-efforts-to-attract-green-investment-hindered-by-coal-fired-power-pla nts-in-industrial-zones/ 

CERAH Indonesia. (2023). Can Coal Be Clean? Examining the Reality of CCS. Cerah.or.id. https://www.cerah.or.id/publications/article/detail/can-coal-be-clean-examining-the-reality-of-ccs 

CERAH Indonesia. (2023). Environmental and Health Impacts of Coal Use. Cerah.or.id. https://www.cerah.or.id/publications/article/detail/environmental-and-health-impacts-of-coal-use 

CERAH Indonesia. (2025). ESG Nikel Indonesia: Narasi Hijau, Praktik Abu-abu. Cerah.or.id. https://www.cerah.or.id/id/publications/report/detail/esg-nickel-indonesia-green-narratives-gray-practi ces 

Climate Rights International. (2023). Indonesia: Proyek Nikel Raksasa Menyebabkan Kerusakan Lingkungan, Iklim, dan Pelanggaran HAM. CRI.org. https://cri.org/indonesia-proyek-nikel-raksasa-menyebabkan-kerusakan-lingkungan-iklim-pelanggaran -ham/ 

Faliana. C. (2024). PLTU Captive Menahan Laju Transisi Energi Indonesia. Transisienergiberkeadilan.id. 

https://transisienergiberkeadilan.id/id/special-reports/detail/pltu-captive-menahan-laju-transisi-energi-i ndonesia 

Greenpeace Indonesia. (2023). PLTU Captive di Sulawesi: Kemunduran Transisi Energi Indonesia. Greenpeace.org. https://www.greenpeace.org/indonesia/artikel/62331/pltu-captive-sulawesi/ 

Muazam. R. (2025). Koalisi Sulawesi Desak Revisi Aturan PLTU Captive. Mongabay.co.id. https://mongabay.co.id/2025/05/30/koalisi-sulawesi-desak-revisi-aturan-pltu-captive/ 

Pristiandari. D. L. (2023). Walhi: PLTU Captive di Smelter Nikel Jadi Ironi Transisi Energi. Kompas.com. 

https://lestari.kompas.com/read/2023/06/13/180000886/walhi--pltu-captive-di-smelter-nikel-jadi-ironi -transisi-energi 

Riza. S. (2025). Derita Warga Tani Indah Terdampak Polusi PLTU Industri Nikel. Mongabay.co.id. https://mongabay.co.id/2025/03/08/derita-warga-tani-indah-terdampak-polusi-pltu-industri-nikel/ 

Setiawan, D. (2025). Indonesia RUKN 2025: Rencana ekspansi PLTU captive dapat menghambat target iklim Indonesia. Ember. https://ember-energy.org/app/uploads/2025/02/ID-Indonesia-RUKN-2025_14022025.pdf 

Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ). (2024). Kilau Kendaraan listrik, derita di tanah nikel. Siej.or.id. https://www.siej.or.id/id/ekuatorial/kilau-kendaraan-listrik-derita-di-tanah-nikel 

WALHI. (2025). Operasi PLTU Captive Merusak Ekologi dan Kehidupan Rakyat di Pulau Sulawesi Walhi.or.id.

https://www.walhi.or.id/operasi-pltu-captive-merusak-ekologi-dan-kehidupan-rakyat-di-pulau-sulawes i 

WALHI Sulteng. (2024). PLTU Captive A Silent Killer In Morowali. Walhisulteng.org https://walhisulteng.org/pltu-captive-a-silent-killer-in-morowali/ 

WALHI Sulteng. (2025). PLTU captive PT IHIP Di Duga Sebabkan Polusi Udara dan Mengancam Kesehatan Masyarakat. Walhisulteng.org https://walhisulteng.org/pltu-captive-pt-ihip-di-duga-sebabkan-polusi-udara-dan-mengancam-kesehata n-masyarakat/ 

Wicaksono, R. A. (2024). Banyak Masalah Investasi Nikel China di Sulteng - Riset WALHI. Betahita.id. 

https://betahita.id/news/lipsus/10504/banyak-masalah-investasi-nikel-china-di-sulteng-riset-walhi.htm l?v=1728441336 

Wicaksono, R. A. (2024). Hidup Jomplang Warga di Smelter Nikel. Betahita.id. https://betahita.id/news/detail/10133/hidup-jomplang-warga-di-smelter-nikel.html?v=1713373625

 

Related article

Belum Sejalan dengan Industri, Ini PR Pemerintah untuk Wujudkan Ekosistem Kendaraan Listrik. Foto: MNC Media.

PR Pemerintah RI untuk Wujudkan Ekosistem Kendaraan Listrik

06 February 2023

footer yayasan