Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mewarisi lanskap energi nasional yang berada dalam fase transisi ketika dilantik pada 20 Oktober 2024. Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, khususnya batu bara, untuk penyediaan listrik, di tengah dorongan untuk mempercepat peningkatan energi terbarukan dan penurunan emisi. Pemerintahan Prabowo telah menyatakan ambisi yang kuat, seperti target 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan dan menghentikan penggunaan batu bara dalam 15 tahun, yang akan dibarengi dengan penambahan 75 GW kapasitas energi terbarukan. Ambisi ini sejalan dengan visi "Indonesia Emas 2045" yang menempatkan swasembada energi dan penguatan ekonomi hijau sebagai pilar.
Namun, terlepas dari pernyataan publik yang ambisius, terdapat inkonsistensi yang signifikan dalam dokumen-dokumen perencanaan ketenagalistrikan yang terbit dalam setahun terakhir. Misalnya, revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui Peraturan Pemerintah (PP) 40/2025 justru memundurkan target bauran energi terbarukan dari 23% pada 2025 menjadi 19%-23% pada 2030, dan masih memproyeksikan penggunaan energi fosil hingga tahun 2060. Dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 juga menunjukkan penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 30,4 GW baru akan terjadi secara signifikan pada lima tahun kedua (2029-2034), setelah tahun Pemilu Presiden 2029.
Perbedaan target bauran energi terbarukan antara KEN (19%-23% pada 2030) dengan RUKN (29,4% pada 2034) dan RUPTL (34,3% pada 2034) juga menimbulkan kebingungan bagi pelaku industri dan investor. Pemerintahan Prabowo juga masih memperpanjang umur energi fosil melalui "solusi palsu" seperti rencana untuk merealokasi PLTU batu bara dengan teknologi penangkapan karbon (CCS) atau melalui co-firing dengan biomassa, sebuah praktik yang belum terbukti secara signifikan dapat menurunkan emisi dan berpotensi memicu deforestasi. Inkonsistensi ini menciptakan pertanyaan krusial: Apakah Indonesia benar-benar akan mengakselerasi transisi energi, ataukah ketergantungan pada energi fosil masih akan dipertahankan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo?
Unduh ringkasan kebijakan ini untuk memahami secara mendalam ambisi energi Presiden Prabowo dan bagaimana inkonsistensi kebijakan dapat menghambat pencapaian target dekarbonisasi Indonesia.




