Apa itu nikel?
Nikel adalah logam yang memiliki peran penting dalam berbagai industri, terutama dalam produksi baja tahan karat dan baterai lithium-ion. Dua jenis baterai paling umum, yaitu nickel cobalt aluminium (NCA) dan nickel manganese cobalt (NMC), mengandung hingga 80% nikel. Baterai ini banyak digunakan dalam kendaraan listrik (EV) dan sektor energi terbarukan karena kemampuan nikel sebagai bahan penyimpan energi yang efisien.
Indonesia memegang peran signifikan di pasar global, dengan menyumbang sekitar 50,5% produksi nikel dunia pada tahun 2023. Namun, sebagian besar produk nikel yang dihasilkan di Indonesia berupa nickel pig iron (NPI) dan ferro nickel (FeNi), yang terutama digunakan untuk baja tahan karat. Sementara hanya sebagian kecil produksi diarahkan untuk baterai kendaraan listrik, yakni nikel kelas 1 dengan kadar tinggi hingga 99%.
Apa itu hilirisasi nikel?
Hilirisasi nikel adalah upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah mineral dengan mengolah bijih nikel mentah di dalam negeri. Larangan ekspor bijih mentah sejak Januari 2020 mendorong investasi besar-besaran dalam industri smelter. Dengan fokus pada hilirisasi, Indonesia berambisi menjadi pusat industri baterai kendaraan listrik dunia, memperkuat posisinya dalam transisi energi global.
Namun, ada tantangan signifikan. Hilirisasi membutuhkan teknologi canggih seperti High-Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk memproses bijih nikel jenis limonite menjadi bahan baterai seperti mixed hydroxide precipitate (MHP). Saat ini, hanya beberapa perusahaan di Indonesia yang mampu menggunakan teknologi tersebut, seperti PT Halmahera Persada Lygend dan PT Huayue Nickel Cobalt.
Tantangan dalam hilirisasi nikel
Meskipun hilirisasi menjanjikan peningkatan ekonomi, implementasinya menghadapi tantangan besar dari segi keberlanjutan dan transisi energi. Beberapa kendala yang muncul di antaranya:
Penggunaan Energi Fosil: Mayoritas smelter di Indonesia menggunakan listrik dari PLTU captive, yang didominasi batu bara. Hal ini bertentangan dengan tujuan transisi energi yang ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Dampak Sosial dan Lingkungan: Hilirisasi yang tidak terkendali menimbulkan masalah sosial dan lingkungan, terutama di sekitar lokasi tambang dan smelter. Kerusakan lingkungan dan penurunan pendapatan sektor perikanan dan pertanian telah dilaporkan di beberapa wilayah seperti Sulawesi dan Maluku.
Oversupply dan Harga Nikel: Produksi berlebihan tanpa memperhatikan permintaan pasar global telah menekan harga nikel. Pada 2024, harga nikel anjlok hingga USD 16.021 per ton dan diproyeksikan terus menurun hingga 2027.
Hubungan hilirisasi nikel dengan transisi energi
Meskipun pemerintah mempromosikan hilirisasi sebagai bagian dari transisi energi dengan menyediakan bahan baku baterai, hanya sebagian kecil nikel Indonesia yang digunakan untuk baterai kendaraan listrik. Mayoritas produksi masih berfokus pada nikel kualitas rendah untuk baja tahan karat. Di sisi lain, tren global menunjukkan pergeseran ke baterai lithium ferro phosphate (LFP), yang tidak memerlukan nikel, membuat pasar nikel kelas tinggi menjadi semakin terdesak. Baca selengkapnya melalui briefing note berikut.
Kesimpulan dan rekomendasi
Untuk memastikan hilirisasi nikel mendukung transisi energi yang berkelanjutan, beberapa langkah perlu diprioritaskan:
Diversifikasi Energi: Mengurangi ketergantungan pada PLTU captive dan mempercepat transisi ke energi terbarukan.
Pembatasan Produksi: Mengendalikan produksi untuk menghindari oversupply dan menjaga stabilitas harga.
Fokus pada Nikel Kelas 1: Meningkatkan produksi nikel kualitas tinggi untuk mendukung industri baterai global.
Regulasi Berkelanjutan: Mengadopsi regulasi yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penegakan Hukum: Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang dan industri nikel yang beroperasi agar sesuai dengan standar ESG (Environmental Social Governance).
Dengan kebijakan dan strategi yang tepat, hilirisasi nikel dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus mendukung transisi energi global tanpa mengorbankan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal.