COP30: Arah Transisi Energi dan Keadilan Iklim untuk Indonesia

20 Oktober 2025

-

Admin CERAH

COP30: Arah Transisi Energi dan Keadilan Iklim untuk Indones

Konferensi Para Pihak ke-30 (COP30) dari Konvensi Perubahan Iklim PBB akan berlangsung di Belém, Brasil, pada 10-21 November 2025. Pertemuan ini bukan sekadar agenda tahunan biasa. Berlokasi di “Gerbang Amazon,” COP30 bisa menjadi titik balik penting bagi arah transisi energi dunia, sekaligus panggung bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memperjuangkan keadilan iklim. Bagi Indonesia, COP30 menjadi momen untuk menunjukkan komitmen iklim yang nyata, memperkuat posisi kepemimpinan, dan menuntut tanggung jawab negara-negara maju.

Apa Itu COP dan Mengapa Penting?

Conference of the Parties (COP) adalah pertemuan tertinggi dari Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC). Tujuan pelaksanaan COP ini adalah menekan emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, agar tidak membahayakan sistem iklim bumi.

COP diadakan setiap tahun sejak 1995 dan diikuti oleh semua negara anggota konvensi. Di sinilah negara-negara bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan global soal iklim. Salah satu hasil terbesarnya adalah Perjanjian Paris pada COP21 yang digelar 2015 silam, di mana negara-negara sepakat membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C, dan berusaha menekannya hingga 1,5°C.

Namun, dalam praktiknya, berkali-kali COP berakhir dengan janji-janji politik tanpa aksi nyata. Banyak negara lebih mementingkan kepentingan ekonomi masing-masing, sehingga kesepakatan yang dihasilkan kurang ambisius. Karena itu, efektivitas COP sebagai forum solusi global sering dipertanyakan. Indonesia harus berperan aktif agar COP30 tidak menjadi ajang seremonial semata, melainkan menghasilkan langkah konkret.

Apa yang Penting di COP30 untuk Indonesia?

COP30 akan menjadi ajang penting bagi negara-negara untuk memperbarui dan meningkatkan target pengurangan emisi mereka sesuai Perjanjian Paris. Salah satu agendanya adalah Global Stocktake (GST), yaitu evaluasi global terhadap kemajuan penanganan krisis iklim.

Brasil ingin menjadikan COP30 sebagai “Implementation COP”, dimana aksi nyata benar-benar dilakukan. Fokusnya mencakup enam pilar utama, di antaranya transisi energi, industri dan transportasi, serta perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati.

Bagi Indonesia, ada dua isu besar yang menjadi sorotan:

1. Transisi Energi

Indonesia memiliki potensi besar energi terbarukan seperti surya, angin, dan panas bumi. COP30 adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa Indonesia serius beralih dari energi fosil ke energi bersih, bukan hanya ikut-ikutan tren global.
Pemerintah perlu memaparkan komitmen ambisius, misalnya pensiun dini PLTU batu bara dengan peta jalan yang jelas, percepatan proyek energi terbarukan dengan target yang terukur, dan penggunaan skema pendanaan seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan transparan dan akuntabel.

2. Perlindungan Hutan

Sebagai negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia memegang peran besar dalam menjaga keseimbangan iklim. Isu dekarbonisasi berbasis alam, seperti konservasi dan restorasi hutan, harus menjadi prioritas diplomasi Indonesia.
Pemerintah juga perlu memastikan adanya dukungan pendanaan global untuk implementasi Rencana FOLU Net Sink 2030, yang menargetkan sektor kehutanan menjadi penyerap karbon bersih.

COP30 akan menjadi ujian: apakah Indonesia benar-benar memimpin upaya iklim global atau sekadar mengulang janji lama.

Bisakah Janji Negara Maju Dipercaya?

Prinsip dasar keadilan iklim adalah Tanggung Jawab Bersama Namun Berbeda (Common But Differentiated Responsibilities/CBDR). Artinya, negara maju yang sejak lama menghasilkan emisi besar punya kewajiban lebih besar untuk mengurangi emisi dan membantu negara berkembang dengan pendanaan, teknologi, dan pelatihan.

Negara maju pernah berjanji menyediakan dana iklim USD 100 miliar per tahun, tapi hingga kini realisasinya masih jauh dari cukup. Lebih buruk lagi, sebagian besar bantuan diberikan dalam bentuk utang, bukan hibah.

Karena itu, di COP30 nanti, negara-negara berkembang termasuk Indonesia harus bersuara tegas:

  • Tuntut Akuntabilitas: Pastikan janji USD 100 miliar benar-benar ditepati dan ditingkatkan.

  • Dana Loss and Damage: Pastikan dana kerugian dan kerusakan akibat iklim dapat diakses negara-negara rentan, dan berasal dari kewajiban negara maju, bukan donasi sukarela.

  • Transparansi dan Akses: Dorong agar pendanaan bisa diakses langsung oleh pemerintah daerah dan masyarakat sipil, bukan hanya lewat proyek besar yang dikuasai lembaga internasional.

Pertanyaan pentingnya: apakah Indonesia bisa terus bergantung pada janji yang belum ditepati? Jika tidak, Indonesia perlu mendorong sistem pendanaan global yang lebih adil dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Harapan Setelah COP30: Dari Janji ke Aksi

Keberhasilan COP30 tidak diukur dari panjangnya dokumen hasil perundingan, tapi dari bagaimana hasilnya diterapkan di tingkat nasional.

1. Suara Masyarakat Sipil

Gerakan masyarakat sipil seperti ARUKI dan komunitas muda terus menuntut agar keadilan iklim jadi dasar kebijakan. Mereka mendorong perlindungan terhadap masyarakat adat, penghentian proyek perusak lingkungan, dan percepatan energi bersih yang inklusif.
Setelah COP30, harapannya pemerintah bisa menerjemahkan hasil konferensi menjadi kebijakan nyata, termasuk memperjuangkan RUU Keadilan Iklim yang menempatkan hak rakyat di pusat kebijakan.

2. Integrasi ke Kebijakan Nasional

Hasil COP30 harus masuk ke dalam dokumen kebijakan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan kebijakan pembangunan lainnya, agar target iklim bukan hanya rencana di atas kertas.

3. Peran Komunitas Lokal

Komunitas adat dan organisasi lingkungan adalah garda terdepan dalam menghadapi krisis iklim. Mereka perlu diberi ruang, dukungan, dan akses pendanaan untuk mengembangkan solusi berbasis komunitas, sekaligus memastikan proyek transisi energi berjalan secara berkeadilan dan tidak merugikan rakyat.

Artikel Terkait

Tambang Nikel Indonesia Ancam Lingkungan Sekitar

Tambang Nikel Indonesia Ancam Lingkungan Sekitar

04 Juni 2025

footer yayasan