Transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan adalah tantangan strategis bagi Indonesia. Meskipun pemerintah telah menyatakan komitmennya terhadap dekarbonisasi, pemahaman dan partisipasi publik masih rendah, terutama di kalangan masyarakat urban berpenghasilan menengah ke bawah. Yayasan Indonesia CERAH melihat bahwa keberhasilan transisi energi yang adil dan inklusif sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat. Laporan ini menggali pemahaman, sikap, dan kebutuhan informasi dari tiga kelompok utama: ibu rumah tangga urban, pekerja harian sektor informal, dan anak muda dengan pendidikan dasar, sebagai dasar kampanye digital yang strategis dan berbasis data.
Kumpulan Kompilasi Esai Terbaik dari Lomba Esai: Transisi Energi dan Keadilan Iklim
15 Mei 2025
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 masih mengandalkan energi fosil, dengan porsi gas alam mencapai 10,3 GW. Meski dianggap lebih bersih dari batu bara, gas tetap menghasilkan emisi tinggi akibat kebocoran metana dan proses distribusi LNG. Emisi ini diperkirakan mencapai 11 juta ton CO₂ per tahun, mengancam target Net Zero Emission 2060. Di sisi fiskal, pembelian gas dan pembangunan infrastrukturnya berpotensi membebani negara hingga Rp155 triliun per tahun. Analisis ini menyoroti risiko iklim dan ekonomi dari ketergantungan jangka panjang terhadap gas.
07 Agustus 2025
Di tengah krisis iklim, sektor perbankan Indonesia masih menjadi penopang utama industri batu bara, dengan kucuran pinjaman mencapai US$ 7,2 miliar pada 2021–2024. Laporan Koalisi #BersihkanBankmu mengungkap lima bank nasional mendanai sektor ini hingga US$ 5,6 miliar, dengan Bank Mandiri sebagai penyumbang terbesar. Fenomena ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap transisi energi, terlihat dari rencana penambahan kapasitas PLTU dalam RUPTL yang bertolak belakang dengan target energi terbarukan.
06 Agustus 2025
26 Agustus 2025
13 Agustus 2025