Today, climate crisis issues are increasingly discussed among Indonesians. A UNDP survey found that 60% of Indonesians are now more worried about the impacts of the climate crisis, while 86% want the government to take stronger action to address it.

For many Indonesians, this is not just a theory but a reality they already experience. Data from the National Disaster Management Agency (BNPB) shows a rising trend in hydrometeorological disasters like floods and landslides. Extreme temperatures and unpredictable seasons are no longer anomalies. They mark that Indonesia is on the front line of the climate crisis.

Dewasa ini, topik seputar krisis iklim semakin ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Survei yang dilakukan oleh UNDP menyebutkan saat ini 60% masyarakat semakin khawatir akan dampak krisis iklim. Selain itu, 86 persen masyarakat Indonesia ingin pemerintah meningkatkan upaya untuk mengatasi krisis iklim. Bagi masyarakat Indonesia, ini adalah realitas sosial yang sudah dirasakan. 

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan tren peningkatan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor. Suhu ekstrem dan perubahan pola musim yang semakin tidak menentu bukan lagi anomali, melainkan kenyataan yang harus dihadapi, menandai bahwa Indonesia berada di garis depan krisis iklim.

Climate Change: Still a Theory or a Reality in Indonesia?

Perubahan Iklim: Masih Teori atau Sudah Nyata di Indonesia?

Layaknya pisau bermata dua, tata kelola mineral kritis di Indonesia bukan hanya soal angka cadangan sumber daya alam atau besarnya investasi, tetapi juga tentang nasib masyarakat yang hidup berdampingan dengan proyek-proyek tersebut. Di balik janji kesejahteraan dan transisi energi, ada suara-suara rakyat yang kehilangan sumber penghidupan. Dari hulu ke hilir, persoalan demi persoalan masih membelit. Mulai dari perebutan global atas mineral kritis, kebiasaan pemerintah mengobral komoditas sebagai alat diplomasi, hingga sikap abainya terhadap dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.

Mengobral Mineral Kritis: Menguak Persoalan Hilirisasi Nikel

Ketika dunia berlomba-lomba mempercepat transisi energi, kendaraan listrik digadang-gadang sebagai simbol masa depan yang hijau. Indonesia pun jadi pusat perhatian karena memiliki cadangan nikel yang disebut-sebut sebagai “emas baru”

Ketika Energi Bersih Masih di Bawah Bayang-bayang Batu Bara

“Satu nyawa terlalu banyak untuk menjadi korban”. Sejak lama, terdengar lirih suara seorang Ibu yang menggema pelan disetiap sudut tambang “Kami meminta keadilan. Kami menolak diam, menunggu di rumah sembari menunggu janji manis. Kami ingin pemerintah tegas,” ucap seorang Ibu yang anaknya tenggelam di bekas lubang galian tambang, Kalimantan Timur pada 2016 silam. Luka ini bukan sekadar kehilangan satu atau dua jiwa, melainkan juga luka kolektif yang dirasakan setiap ibu, setiap keluarga, setiap rakyat yang dipaksa menanggung beban akibat arogansi kekuasaan. Ironi ini kian terasa pedih bila kita ingat, di saat rakyat dikorbankan dan suara mereka ditekan, penguasa justru berpesta

Energi Kotor Itu Dibayar dengan Uang Kita

Dalam berbagai upaya mitigasi iklim global, mineral kritis seperti nikel memiliki peranan yang krusial, utamanya pada proses transisi energi. Namun, perjalanan proyek hilirisasi ini tidaklah berjalan tanpa konsekuensi.

Paradoks Hilirisasi Nikel: Eksploitasi di Balik Transisi?

Meskipun komitmen kebijakan telah ditetapkan, capaian energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih jauh dari target. RUPTL 2025–2034 akan menjadi penentu arah transisi energi Indonesia.

Sudahkah RUPTL Indonesia Selaras dengan Perjanjian Paris?

Transisi energi berkeadilan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat termiskin di Indonesia dengan tetap menjaga kestabilan iklim bumi. Namun, tanpa pengarusutamaan isu krisis iklim, transisi energi berkeadilan tidak akan dapat diwujudkan. Pengarusutamaan isu krisis iklim sangat penting, mengingat kesadaran masyarakat merupakan kunci keberhasilan transisi energi berkeadilan.

Pengarusutamaan Isu Iklim Demi Transisi Energi Berkeadilan

Komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 menggaung di kancah internasional, mencerminkan ambisi besar dalam menghadapi krisis iklim.

Transisi Energi: Antara Komitmen, Kontradiksi, dan Keadilan

Kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI) sudah masuk ke berbagai sendi kehidupan, mulai dari pengolahan data untuk pengambilan keputusan hingga teman curhat bagi mereka yang kesepian. Perkembangannya yang pesat sejak diluncurkannya ChatGPT 3.0 pada tahun 2020 hingga sekarang membuat dunia tertegun dan berlomba-lomba untuk menguasai AI. Kini, raksasa di bidang teknologi dan informasi seperti OpenAI, Microsoft, Meta, hingga Google memiliki platform AI nya masing-masing dan saling memperluas pasar.

Di antara AI, Data, dan Transisi Energi

All Articles | CERAH

Semua Artikel | CERAH

Learn about ways you can protect the planet

Pelajari tentang cara-cara Anda dapat melindungi planet ini

One of the solutions recommended by experts to deal with the climate crisis is to stop doing business as usual and start implementing a green economy. In a green economy, public and private investment is directed towards economic activities that target reducing carbon emissions and pollution, such as switching from coal to renewable energy.
&nbsp;
We are working to encourage the Indonesian government to issue policies to immediately retire coal-fired power plants, abandon coal-derived products, and completely switch to renewable energy&mdash;which Indonesia has abundant sources of. We work with various stakeholders to ensure JETP funds are fully utilized to achieve a meaningful energy transition, leading the energy sector to be greener and create more jobs.

Salah satu solusi yang direkomendasikan oleh para ahli untuk mengatasi krisis iklim adalah berhenti melakukan bisnis seperti biasa dan mulai menerapkan ekonomi hijau. Dalam ekonomi hijau, investasi publik dan swasta diarahkan pada kegiatan ekonomi yang menargetkan pengurangan emisi karbon dan polusi, seperti peralihan dari batu bara ke energi terbarukan.
&nbsp;
Kami berupaya mendorong pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan untuk segera menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara, meninggalkan produk turunan batu bara, dan sepenuhnya beralih ke energi terbarukan-yang mana sumbernya melimpah di Indonesia. Kami bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan dana JETP digunakan sepenuhnya untuk mencapai transisi energi yang berarti, sehingga sektor energi menjadi lebih ramah lingkungan dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.&nbsp;

Indonesia has a huge opportunity to implement an equitable energy transition through a number of climate finance initiatives, most notably the US$20 billion JETP agreement. The focus of our work is to ensure that Indonesia's use of JETP funds is truly to move away from coal and prioritize renewable energy to overcome the climate crisis and achieve the economic growth we expect.

Indonesia memiliki peluang besar untuk menerapkan transisi energi yang adil melalui sejumlah inisiatif pendanaan iklim, terutama perjanjian JETP senilai 20 miliar USD. Fokus kerja kami adalah untuk memastikan bahwa penggunaan dana JETP di Indonesia benar-benar untuk beralih dari batu bara dan memprioritaskan energi terbarukan untuk mengatasi krisis iklim dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang kita harapkan.

Green and Equitable Energy Transition

Transisi Energi Hijau dan Berkeadilan

<span style="font-size: 12pt; font-family: Calibri, sans-serif; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">The worsening of climate crisis and its impact will not wait until we are able to adapt and mitigate it. Every part of the world, including Indonesia and countries in Asia will be affected most.
<strong id="docs-internal-guid-14b0d2ca-7fff-f14a-5248-eb460da3d650" style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: #000000; color: #000000; font-weight: normal;">&nbsp;
<span style="font-size: 12pt; font-family: Calibri, sans-serif; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Through the Program of Climate &amp; Youth, we collaborate with youth individuals and communities to urge policymakers to make the issue of climate crisis a priority in regional and national level. Mainstreaming of this issue should be a focus of one sector or ministry. Instead, it should be at the center of the government and political leaders's attention in general.
&nbsp;

<span style="font-size: 12pt; font-family: Calibri, sans-serif; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Krisis Iklim dan dampaknya tidak akan menunggu sampai kita mampung beradaptasi dan memitigasinya. Semua negara di belahan dunia, Indonesia dan negara-negara Asia akan merasakan dampak yang lebih besar.&nbsp;
<strong id="docs-internal-guid-62828179-7fff-b01b-f3dc-4f4f2d4f184b" style="font-style: normal; font-variant-caps: normal; letter-spacing: normal; orphans: auto; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-decoration: none; caret-color: #000000; color: #000000; font-weight: normal;">&nbsp;
<span style="font-size: 12pt; font-family: Calibri, sans-serif; color: #000000; background-color: transparent; font-weight: 400; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-alternates: normal; font-variant-numeric: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-position: normal; text-decoration: none; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;">Program Climate &amp; Youth berkolaborasi dengan komunitas anak muda dan individu-individu muda untuk mendesak pembuat kebijakan untuk menjadikan isu iklim sebagai prioritas utama di tingkat daerah dan nasional. Pengarusutamaan isu iklim seharusnya bukan hanya menjadi fokus suatu sektor atau kementerian, melainkan harus menjadi perhatian utama pemerintahan dan para pemimpin politik secara umum.
&nbsp;

Indonesia's energy system reliance on fossil fuels like coal should be stopped to overcome the climate crisis impacts we have been facing: economic damages and the death toll. We are working with our partners and communities to push the government to place the climate crisis as a top national agenda and aligned with the 1.5 degrees target.

Ketergantungan sistem energi Indonesia pada sumber energi fosil seperti batu bara harus dihentikan sekarang untuk mengatasi dampak krisis iklim. Dampaknya saat ini sudah kita rasakan, dari kerugian harta benda hingga hilangnya nyawa. Kami bekerja untuk mendorong pemerintah menempatkan krisis iklim sebagai prioritas agenda nasional agar sejalan dengan target iklim 1,5 derajat

Just Energy Transition

Green and Equitable Energy Transition

Climate Justice

07 October 2025

Admin CERAH

Climate Change: Still a Theory or a Reality in Indonesia?

29 September 2025

Rio Ananda Andriana

Mengobral Mineral Kritis: Menguak Persoalan Hilirisasi Nikel

29 September 2025

Dhini Amalia

Ketika Energi Bersih Masih di Bawah Bayang-bayang Batu Bara

29 September 2025

Periyadi

Energi Kotor Itu Dibayar dengan Uang Kita

29 September 2025

Wahyu Candra Dewi

Paradoks Hilirisasi Nikel: Eksploitasi di Balik Transisi?